Revisi Terbatas Peraturan Pemerintah No 56 Tahun 2012
Solusi Alternatif dan Jalan Tengah Bagi Pengangkatan THL TBPP Menjadi Penyuluh Pertanian PNS
Ir. Nursyamsu |
Pendahuluan
Perjuangan komunitas Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL TBPP) untuk meningkatkan status kepegawaian pada posisi yang lebih pasti kini memasuki tahap paling berat. Oleh karena itu langkah penyikapan yang tepat sebagai bentuk antisipasi akan sangat menentukan corak hasil pencapaian tujuan kita bersama.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Rapat Kerja Gabungan antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dengan Pemerintah telah melahirkan 2 butir kesepakatan arah penyelesaian. DPR RI dalam hal ini terdiri dari Komisi II, Komisi IV dan Komisi XI sedangkan dari pihak Pemerintah terdiri Kementerian PAN dan RB, Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan.
Butir pertama mengarahkan kebijakan pengangkatan THL TB di lingkungan Kementerian Pertanian yang berjumlah 23.771 orang untuk diangkat menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) baik sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan mengacu pada UUSP3K dan UU ASN. Butir kesepakatan 1 ini juga menyebut secara spesifik pengangkatan 10.000 THL TBPP untuk tahun rekrutmen 2014.
Butir kedua pada prinsipnya merupakan rekomendasi penambahan anggaran untuk meningkatkan Honor dan BOP THL TBPP dan THL TB lainya di lingkungan Kementerian Pertanian dan akan dialokasikan pada APBN-Perubahan 2014.
Terhadap hasil Rakergab 11 Pebruari 2014 ini FORUM KOMUNIKASI THLTBPP NASIONAL sebagai satu-satunya organisasi komunitas THL TBPP memang belum melakukan penyikapan resmi, kecuali sebatas mengeluarkan release yang bersifat sosialisasi hasil-hasil Rakergab.
Problematika Implementasi Hasil Rakergab 11 Pebruari 2014
Bagian pertama dari butir 1 kesepakatan Rakergab dengan jelas mengarahkan kebijakan pengangkatan 23.771 THL TB di lingkungan Kementerian Pertanian menjadi Pegawai ASN sebagai PNS atau PPPK secara bertahap dan berbasis evaluasi kinerja. Khusus untuk 2014 akan diangkat 10.000 dari THL TBPP. Disebutkan juga bahwa perekrutan ini mengacu pada UU SP3K dan UU ASN.
Mari kita kupas satu per satu. Pertama, tentang pengangkatan menjadi Pegawai ASN secara bertahap dan berbasis evaluasi kinerja bagi 23.771 Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu (THL TB) di lingkungan Kementerian Pertanian. Kelompok tenaga dimaksud terdiri dari THL TBPP dengan jumlah mayoritas – sekitar 20.000 lebih, THL POPT, THL Dokter Hewan dan lain-lain. THL TBPP berada di bawah naungan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) dan THL TB lainya menginduk pada Direktorat Jendral terkait di Kementerian Pertanian. Pengangkatan secara bertahap dan berbasis evaluasi kinerja ini dengan jelas mengenai atau ditujukan pada 23.771 tenaga bantu tersebut.
Kedua, proses pengangkatan tersebut dikatakan mengacu pada Undang-Undang No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UU SP3K) serta Undang-Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). UU SP3K dengan jelas mengamanatkan bahwa pengangkatan Penyuluh PNS harus menjadi prioritas oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mengatasi atau untuk memenuhi kekurangan Penyuluh PNS (Pasal 20 Ayat 2 dan Penjelasannya). UU SP3K juga menggariskan bahwa jenis penyuluh yang menempati jalur kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah adalah Penyuluh PNS. Sementara jika mengacu pada UU ASN maka Undang-Undang tersebut menggariskan mekanisme rekrutmen terbuka untuk dapat diangkat menjadi PNS maupun PPPK. Maka jalan tengah yang bisa ditempuh agar bersesuaian dengan UU SP3K dan UU ASN sekaligus adalah pengangkatan THL TBPP menjadi PNS dan bukan PPPK.
Ketiga, jatah formasi 10.000 pada rumusan butir 1 yang untuk rekrutmen 2014 secara jelas diperuntukkan bagi THL TBPP dengan demikian mesti diarahkan sepenuhnya pada formasi PNS. Dengan catatan kesempatan untuk test 2014 diberikan kepada 20.000 lebih THL TBPP maka rekrutmen 2014 akan menghasilkan 10.000 Penyuluh Pertanian PNS yang berasal dari THL TBPP, sementara 10.000 lebih sisanya ‘diparkir setahun’ pada posisi PPPK untuk kemudian mendapatkan kesempatan pengangkatan menjadi Penyuluh Pertanian PNS pada tahun berikutnya. Dalam konteks Rakergab 11 Pebruari 2014, inilah mekanisme dan tahapan yang berkeadilan dan memenuhi ketentuan 2 (dua) Undang-Undang sekaligus yakni UU SP3K dan UU ASN sesuai rumusan butir pertama.
Jalan Alternatif
Setelah Undang-Undang ASN berlaku maka Undang-Undang Kepegawaian sebelumnya yakni UU No 8 Tahun 1974 yang diubah menjadi UU No 43 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun demikian peraturan pelaksananya berupa PP No 48 Tahun 2005 – PP No 43 Tahun 2007 – dan PP No 56 Tahun 2012 dinyatakan masih berlaku.
Sudah sering dipaparkan bahwa PP No 56 Tahun 2012 telah menetapkan 4 kategori tenaga yang mendapatkan kesempatan pengangkatan menjadi PNS dengan mekanisme khusus. Ke-empat kategori tersebut adalah : 1. Tenaga Honorer K I dengan mekanisme penyelesaian : Validasi dan Verifikasi Data, 2. Tenaga Honorer K II – dengan mekanisme: Test Sesama Tenaga Honorer K II bagi Nominator yang telah lolos Uji Publik, 3. Dokter yang mengabdi pada daerah terpencil – dengan mekanisme : Alokasi Formasi Khusus, dan 4. Tenaga Ahli Tertentu/Khusus yang dibutuhkan oleh Negara tapi tidak tersedia atau tidak cukup tersedia (masih kekurangan) di kalangan PNS – dengan mekanisme : Keputusan Presiden (KEPRES).
Berdasarkan substansi pada batasan umum THL TBPP memenuhi kategori ke-4 di atas, namun kemudian terhalang batasan khususnya tentang batas usia maksimal dan masa kerja minimal. Jika dilakukan revisi terhadap batasan khusus tersebut dan disesuaikan dengan tahun perekrutan THL TBPP pada tiap-tiap angkatan maka kelompok tenaga ini akan dapat diangkat menjadi Penyuluh Pertanian PNS melalui mekanisme Kepres sesuai Permenpan No 233 Tahun 2012.
Maka Rakergab berikutnya perlu didorong untuk menghasilkan kesepakatan revisi sebagai upaya jalan tengah yang lebih tepat untuk mengarahkan secara konkret kesepakatan butir 1 Rakergab 11 Pebruari 2014. Kategori ke-4 merupakan kategori terpisah dan berdiri sendiri dengan semangat mengakomodir kekhususan yang dimiliki oleh kelompok tenaga seperti THL TBPP. Kategori ini tidak mungkin dan tidak bisa dicampuradukkan dengan kategori lainnya seperti K II. Dengan demikian kekhawatiran akan terjadinya “ledakan populasi ikan” yang memaksa memasuki jaring akibat revisi adalah kekhawatiran yang berlebihan.
Revisi PP bukanlah sesuatu yang tabu untuk dilakukan – apalagi jika tujuan dan semangatnya adalah untuk mendapatkan solusi terbaik yang dapat memenuhi rasa keadilan dan penghargaan atas dasar masa pengabdian yang telah dijalani bertahun-tahun – ditambah urgensi kebutuhan yang nyata serta demi mengantisipasi terjadinya pensiun massal bagi Penyuluh Pertanian PNS setelah tahun 2017 nanti.
Selain itu THL TBPP memiliki sejumlah poin pendukung dan positif seperti : 1. Kelompok tenaga ini merupakan hasil rekrutmen/test secara nasional oleh institusi Pusat/Kementerian, 2. Memiliki basis data yang valid dan terupdate setiap tahun anggaran oleh SK Menteri Pertanian atas dasar rekomendasi dari daerah, serta 3. Telah mendapatkan peningkatan kompetensi atau kemampuan teknis melalui pengalaman bekerja dan pelatihan-pelatihan.
Penutup
Kita tidak ingin lagi menyaksikan menyaksikan kecenderungan saling menyalahkan antar Kementerian kenapa THL TBPP direkrut dalam jumlah besar setelah tahun 2005. Alasannya cukup jelas karena setelah pemberlakuan kebijakan otonomi daerah mulai tahun 2001 terjadi kelesuan rekrutmen penyuluh pertanian oleh daerah sehingga jumlahnya mengalami penyusutan dan mencapai puncaknya pada tahun 2007 – awal direkrutnya THL TBPP. Maka apa yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian dengan merekrut sekitar 25.000 THL TBPP pada tahun 2007 – 2009 adalah tindakan yang tepat dan perlu. Andai saja rekrutmen regular dan proses stabilisasi jumlah penyuluh pertanian PNS dilakukan secara memadai tentu Kementerian Pertanian tidak perlu melakukan kebijakan rekrutmen dalam jumlah besar. Perlu dicatat bahwa dengan rekrutmen besar tersebut jumlah penyuluh pertanian masih kurang untuk dapat memenuhi amanat UU SP3K yang diperkuat oleh Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yakni keharusan pemenuhan 1 penyuluh (pertanian) untuk 1 desa.
Akhirulkalam, sebagai bagian dari insan pertanian dan SDM aparatur kita sangat mendukung implementasi UU SP3K, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan UU ASN secara proporsional dan tidak berat sebelah.
Bumi Argopuro, 24 Pebruari 2014
Penulis adalah Pengurus Bidang Hukum dan Advokasi Kebijakan
FORUM KOMUNIKASI THL TBPP NASIONAL
0 komentar:
Posting Komentar