LENTERA TANI-.Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan fosfat dalam tanah jarang yang melebihi 0,01 % dari total P. Sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman.
Tanah dengan kandungan organik rendah seperti Oksisols dan Ultisols yang banyak terdapat di Indonesia kandungan fosfat dalam organik bervariasi dari 20-80%, bahkan bisa kurang dari 20% tergantung tempat. Demikian juga kebanyakan lahan sawah di Indonesia telah jenuh fosfat. Fosfat tersebut tidak dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh tanaman, karena fosfat dalam bentuk P- terikat di dalam tanah, sehingga petani tetap melakukan pemupukan P di lahan sawah walaupun sudah terdapat kandungan P yang cukup memadai.
Pada tanah-tanah masam, fosfat akan bersenyawa dalam bentuk-bentuk AI-P, Fe-P, dan occluded-P,sedangkan pada tanah-tanah alkali, fosfat akan bersenyawa dengan kalsium (Ca) sebagai Ca-P membentuk senyawa kompleks yang sukar larut.
Adanya pengikatan-pengikatan fosfat tersebut menyebabkan pupuk fosfat yang diberikan tidak efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi. Pemberian pupuk fosfat ke dalam tanah, hanya 15-20% yang dapat diserap oleh tanaman. Sedangkan sisanya akan terserap di antara koloid tanah dan tinggal sebagai residu dalam tanah. Hal ini akan menyebabkan defisiensi fosfat bagi pertumbuhan tanaman.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam mengatasi rendahnya fosfat tersedia dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikroorganisme pelarut fosfat, yaitu mikroorganisme yang dapat melarutkan fosfat tidak tersedia menjadi tersedia sehingga dapat diserap oleh tanaman. Pemanfaatan mikro-organisme pelarut fosfat diharapkan dapat mengatasi masalah P pada tanah masam.
Mikro-organisme pelarut fosfat terdiri atas bakteri, fungi dan sedikit aktinomiset. Mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok bakteri pelarut fosfat antara lain Pseudomonas striata, P. diminuta, P. fluorescens, P. cerevisia, P. aeruginosa, P. putida, P. denitrificans, P. rathonis, Bacillus, polymyxa,B.laevolacticus,B.megatherium, Thiobacillus sp., Mycobacterium, Micrococcus Flavobacterium, Escherichia freundii, Cunninghamella, Brevibacterium spp., Serratia spp., Alcaligenes spp., Achromobacter spp., dan Thiobacillus sp. Kelompok bakteri pelarut fosfat yang banyak terdapat pada lahan pertanian di Indonesia berasal dari genus Enterobacter dan Mycobacterium.
Sedangkan fungi yang dapat melarutkan fosfat umumnya berasal dari kelompok Deutromycetes antara lain Aspergillus niger,, A. awamori, P. digitatum, P. bilaji, Fusarium, Sclerotium, Aspergillus niger, dan lain-lain. Fungi pelarut fosfat yang dominan di tanah adalah Penicillium dan Aspergillus. Fungi pelarut fosfat yang dominan ditemukan di tanah masam Indonesia ialah Aspergillus niger dan Penicillium.
Penyebaran mikroorganisme pelarut fosfat
Umumnya mikroorganisme pelarut fosfat secara alami berada di tanah berkisar 0,1-0,5% dari total populasi mikroorganisme. Populasi mikroorganisme pelarut fosfat dari kelompok bakteri jauh lebih banyak dibandingkan dengan kelompok fungi. Jumlah populasi bakteri pelarut fosfat dapat mencapai 12 juta organisme per gram tanah sedangkan fungi pelarut fosfat hanya berkisar dua puluh ribu sampai dengan satu juta per gram tanah.
Mikroorganisme ini hidup terutama di sekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Keberadaan mikroorganisme ini berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman mempengaruhi kehidupan mikroorganisme dan secara fisiologis mikroorganisme yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran.
Keberadaan mikroorganisme pelarut fosfat dari suatu tempat ke tempat lainnya sangat beragam. Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya. Ada yang hidup pada kondisi asam, dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik, dan termofilik, ada yang hidup sebagai aerob dan ada yang anaerob, dan beberapa sifat lain yang bervariasi. Masing-masing mikroorganisme memiliki sifat-sifat khusus dan kondisi Iingkungan optimal yang berbeda-beda yang mempengaruhi efektivitasnya melarutkan fosfat.
Pertumbuhan mikroorganisme pelarut fosfat sangat dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Pada tanah masam, aktivitas mikroorganisme didominasi oleh kelompok fungi sebab pertumbuhan fungi optimum pada pH 5-5,5. Pertumbuhan fungi menurun bila pH meningkat. Fungi dalam tanah berbentuk miselium vegetatif ataupun spora. Miselium atau filamen fungi tersebar di antara partikel tanah dan tersusun dalam hifa-hifa, ada yang bersepta dan ada yang tidak.
Sebaliknya pertumbuhan kelompok bakteri optimum pada pH sekitar netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah. Secara umum bakteri pelarut fosfat yang dominan yang diisolasi dari rizosfer tanah termasuk ke dalam golongan mikroorganisme aerob pembentuk spore, hidup pada kisaran pH 4-10,6.
Populasi bakteri pelarut fosfat umumnya lebih rendah pada daerah yang beriklim kering dibandingkan dengan daerah yang beriklim sedang. Karena bentuk dan jumlah fosfat dan bahan organik yang terkandung dalam tanah berbeda-beda, maka keefektifan tiap mikro-organisme pelarut fosfat untuk melarutkan fosfat berbeda pula. Penggunaan mikroorganisme pelarut fosfat masih menghadapi beberapa kendala seperti faktor tanah, karena setiap jenis tanah mempunyai bentuk fosfat yang berbeda-beda antara lain pada lahan masam bentuk fosfat didominasi oleh Al-P, Fe-P atau occluded-P sedangkan pada lahan basa didominasi oleh bentuk Ca-P. Jadi masing-masing lahan seperti itu memerlukan inokulan pelarut fosfat yang berbeda.
Mekanisme pelarutan fosfat
Di dalam tanah, fosfat dapat berbentuk organik dan anorganik yang merupakan sumber fosfat penting bagi tanaman. Fosfat organik berasal dari bahan organik, sedangkan fosfat anorganik berasal dari mineral-mineral yang mengandung fosfat. Pelarutan senyawa fosfat oleh mikroorganisme pelarut fosfat berlangsung secara kimia dan biologis baik untuk bentuk fosfat organik maupun anorganik. Mikroorganisme pelarut fosfat membutuhkan adanya fosfat dalam bentuk tersedia dalam tanah untuk pertumbuhannya.
Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat, a-ketoglutarat, asetat, formiat, propionat, glikolat, glutamat, glioksilat, malat, fumarat.
Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH. Penurunan pH juga dapat disebabkan karena terbebasnya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotrofik sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas. Perubahan pH berperanan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat. Selanjutnya asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti AL3+, Fe3+,Ca2+, atau Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan oleh karena itu dapat diserap oleh tanaman.
Beberapa hasil penelitian dalam dekade terakhir, antara lain hasil penelitian Moghimi dan Tate(1978) menyimpulkan bahwa asam 2- ketoglukonat yang banyak terdapat pada rizosfir gandum berperan sebagai penyedia ion hidrogen untuk melarutkan hidroksiapatit, tetapi bukan sebagai agen pengkhelat kalsium. Ditambahkan oleh hasil penelitian Kim et al. (1997) yang menyimpulkan bahwa meskipun asam yang diproduksi berperan penting dalam pelarutan hidroksiapatit, mekanisme ini bukan satusatunya cara mikroorganisme pelarut fosfat melarutkan P-terikat. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pelarutan P dipacu oleh pelepasan proton dalam proses respirasi atau pembentukan NH4+ .
Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase dan enzim fitase. Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase diekskresikan oleh akar tanaman dan mikroorganisme, dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikroorganisme (loner et al., 2000). Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase. Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia.
Louw dan Webley (1959) meyakini bahwa salah satu mekanisme pelepasan P yang terikat pada besi fosfat terkait dengan hidrogen sulfida (H2S) yang diproduksi oleh bakteri pelarut fosfat. Pengkhelatan Fe3+dari Fe-P oleh siderophore (ferric-specific chelates) yang diproduksi oleh beberapa bakteri pelarut fosfat juga diyakini sebagai salah satu mekanisme pelarutan hara P pada tanah-tanah masam (Mullen, 1998).
Hasil penelitian Louw dan Webley (1958; 1959) menggunakan berbagai sumber P menunjukkan bahwa beberapa isolat bakteri pelarut fosfat yang digunakan mampu melepaskan/melarutkan P dari batuan fosfat Gafsa (hidroksiapatit) dan kalsium fosfat, tetapi tidak satupun dari isolat tersebut mampu melepaskan P dalam bentuk variscite (AIPO4. 2H2O), strengite (FePO4.2H2O), dan taranakite (2K2O.3AI2O3. 5P2O5. 26H2O)yang banyak terdapat pada tanah-tanah masam. Hasil ini mengindikasikan bahwa ada perbedaan mekanisme pelepasan P-terikat pada tanah-tanah bereaksi netral dan basa dengan tanah-tanah bereaksi masam. Penelitian lebih jauh mengenai mekanisme pelepasan unsur P-terikat pada tanah-tanah masam yang banyak terdapat di daerah tropika seperti di Indonesia masih sangat diperlukan.
Aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat sangat tergantung pada pH tanah. Kecepatan mineralisasi juga meningkat dengan nilai pH yang sesuai bagi metabolisme mikroorganisme dan pelepasan fosfat akan meningkat dengan meningkatnya nilai pH dari asam ke netral. Selain itu, kecepatan mineralisasi ternyata berkorelasi langsung dengan jumlah substrat. Tanah-tanah yang kaya fosfat organik merupakan tanah yang paling aktif bagi berlangsungnya proses mineralisasi.
Asam-asam organik yang dihasilkan mikroorganisme berbeda kualitas dan kuantitasnya dalam membebaskan fosfat. Asam-asam organik yang dihasilkan mikroorganisme pelarut fosfat, mempunyai kemampuan untuk melarutkan fosfat dari yang terkuat sampai terlemah menurut urutan sebagai berikut: sitrat > oksalat > tartat > malat > HCI. Nagarajah et al. (1970) menggolongkan asam sitrat dan oksalat sangat efektif dalam melarutkan fosfat dari kaolinit dan gibsit, sedangkan asam malonat, tartarat dan malat, keefektifannya sedang, serta asam asetat dan suksinat digolongkan kurang efektif. Pada tanah vulkanik yang kaya alovan, asam-asam organik (benzoat, p-OH benzoat, salisilat, dan ptalat) tidak mampu melarutkan fosfat. Earl et aI. (1979) meneliti pengaruh asam organik (sitrat, tartarat, dan asetat) pada gel Al dan Fe terhadap jerapan P.
Hasilnya menunjukkan bahwa tanpa anion organik, makea Fe menjerap P dalam jumlah yang sangat banyak, Asam sitrat menjerap P jauh lebih banyak dibanding tartarat, demikian pula dalam hal mengurangi P terjerap. Tetapi jumlah Al yang diikat kedua asam tersebut tidak berbeda. Asam asetat tidak efektif dalam melarutkan fosfat, karena asetat kurang kuat dalam membentuk kompleks dengan Al maupun Fe.
Asam organik dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah, melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah: (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid tanah, yang bermuatan positif, sehingga memperbesar peluang ortofosfat dapat diserap oleh tanaman; (2) pelepasan ortofosfat dari ikatan logam-P melalui pembentukan kompleks logam organik; dan (3) modifikasi muatan permukaan tapak jerapan oleh ligan organik.
Hue et al. (1986) melaporkan bahwa beberapa asam organik juga dapat mengurangi daya racun AI yang dapat dipertukarkan (AI-dd) pada tanaman kapas. Kemampuan detoksifikasi asam organik terhadap Al-dd digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu kuat (sitrat, oksalat, dan tartarat), sedang (malat, malonat, dan salisilat), dan lemah (suksinat, laktat, asetat, dan ptalat). Selain itu, Premono et al. (1992) juga mendapatkan bahwa mikroorganisme pelarut fosfat secara nyata mampu mengurangi Fe, Mn, dan Cu yang terserap oleh tanaman jagung yang ditanam pada tanah masam, sehingga berada pada tingkat kandungan yang normal. Terdapatnya asam-asam organik sitrat, oksalat, malat, tartarat dan malonat di dalam tanah sangat penting artinya dalam mengurangi pengikatan P oleh unsur penjerapnya dan mengurangi daya racun aluminium pada tanah masam.
Selain mengasimilasi fosfat yang dibebaskannya, mikroorganisme tersebut menghasilkan sejumlah besar fosfat terlarut sebagai kelebihan dari pasokan nutrisinya ke dalam larutan tanah. Dengan pelarutan fosfat oleh mikroorganisme tersebut, maka fosfat tersedia dalam tanah meningkat dan dapat diserap oleh akar tanaman. Untuk dapat mencapai akar secara alami hara fosfat yang larut masuk melalui mekanisme difusi./
disalin dari Buku Pupuk Organik dan Pupuk Hayati – BPPP.
0 komentar:
Posting Komentar