PENGELOLAAN TANAMAN PADI
MELALUI METODE SRI (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)
Bebet Nurbaeti dan Anna Sinaga
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat
PENDAHULUAN
Revitalisasi pertanian yang dicanangkan Presiden RI pada tanggal 11 Juni 2005 antara lain bertujuan untuk meningkatkan produksi padi menuju swasembada beras dalam upaya mendukung ketahanan pangan nasional. Berbagai upaya peningkatan produksi padi terus dilakukan melalui program kebijakan program pemerintah yang tentunya harus didukung oleh teknologi inovasi yang dapat mendongkrak produksi padi.
Salah satu teknologi inovasi pengelolan padi yang saat ini terus berkembang yaitu melalui pendekatan System of Rice Intensification (SRI). Di Jawa Barat Budidaya padi dengan sistem SRI telah berkembang di beberapa daerah misalnya di Kabupaten Ciamis, Garut, Kuningan dengan hasil lebih tinggi dibanding dengan cara kebiasaan petani.
Di Indonesia pengertian SRI adalah usahatani padi sawah irigasi secara intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah, tanaman serta air. Melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal serta berbasis pada kaidah ramah lingkungan (Departemen Pertanian, 2005). Teknologi SRI di Indonesia lebih menitikberatkan pada penggunaan pupuk organik, begitu juga dalam pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit hanya mengandalkan pestisida nabati, sehingga dapat menghasilkan padi organik.
Pada prinsipnya komponen teknologi yang diterapkan pada system SRI tidak jauh berbeda dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badanlitbang Pertanian). PTT menekankan pada pendekatan sumberdaya alam untuk meningkatkan produktivitas padi, dengan prinsip menggabungkan kaidah efisiensi, sinergis, dan dinamis secara partisipatif (Badanlitbang Pertanian, 2007).
KEUNGGULAN METODE SRI
Ø Hemat air; selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen air diberikan macak-macak atau maksimal digenangi setinggi 2 cm. Pada waktu pengeringan tanah dibiarkan sampai retak
Ø Hemat biaya; benih hanya 5 kg/ha, efisiensi upah tanam pembibitan
Ø Hemat waktu; umur bibit muda, waktu panen akan lebih awal
Ø Produksi meningkat; hasil dibeberapa lokasi mencapai 11 ton/ha
Ø Ramah lingkungan; tidak menggunakan bahan-bahan (pupuk, pestisida) an-organik
PRINSIP BUDIDAYA METODE SRI
Ø Bibit harus muda; kurang dari 12 hari setelah semai
Ø Bibit ditanam 1 tanaman / lubang; jarak tanam 30 x 30 cm, 35 x 35 cm atau lebih
Ø Pindah tanam harus sesegera mungkin; harus hati-hati agar akar tidak terputus dan ditanam dangkal
Ø Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (irigasi berselang/terputus)
Ø Penyiangan dilakukan sejak awal sekitar 10 hst, dilakukan 2-3 kali dengan interval 10 hari
Ø Menggunakan pupuk organik
TEKNIK BUDIDAYA PADI METODE SRI
Ø Persiapan Benih
Sebelum benih direndam daam air biasa, benih direndam dalam air garam. Benih yang baik untuk ditanam adalah benih yang tenggelam dalam larutan garam tersebut. Kemudian benih yang terpilih (tenggelam) direndam selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari. Selanjutnya disemaikan dalam media tanah dan pupuk organik dengan perbandingan 1:1 di dalam wadah segi empat (besek/pipiti) ukuran 20 x 20 cm, setelah 7-10 hari benih sudah siap tanam
Ø Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk SRI tiadak berbeda dengan cara pengolahan yang dilakukan oleh petani. Pengolahan tanah secara sempurna dengan traktor sampai terbentuk lumpur, kemudian diratakan
Ø Pemupukan
Pemberian pupuk diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan unsur hara berkurang. Kebutuhan pupuk organik pertama setelah sistem konvensional adalah 10 ton/ha dan diberikan sampai 2 musim tanam. Setelah kondisi tanah terlihat membaik, maka pemberian pupuk organik bias berkurang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian pupuk organik dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk menyatu dengan tanah.
Ø Pemeliharaan
Sistem tanam SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah. Penggenangan hanya dilakukan untuk mempermudah pemeliharaan. Pada prakteknya pengelolaan dapat dilakukan sebagai berikut:
- Umur 1-10 hst, tanaman padi digenangi air dengan ketinggian 1-2 cm
- Pada umur 10 hst dilakukan penyiangan.
- Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi
- Apabila masih memerlukan penyiangan, maka 2 hari menjelang penyiangan, tanaman digenangi
- Pada saat tanaman berbunga, tanaman digenangi
- Setelah padi matang susu tanaman tidak perlu digenangi sampai panen.
MANFAAT METODE SRI
Secara umum manfaat pengelolaan tanaman dengan metode SRI adalah :
- Hemat air; kebutuhan air antara 20-30% lebih sedikit dengan cara biasa (konvensional)
- Memperbaiki kondisi tanah (kesuburan dan kesehatan tanah)
- Menghasilkan produksi beras sehat, tidak mengandung residu pestisida
- membentuk petani mandiri; tidak tergantung pada pupuk dan pestisida buatan
PERBANDINGAN ANTARA
PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) DAN SYSTEM RICE INTENSIFICATION (SRI)
PTT | Perlakuan | SRI |
Sesuai Kep. Mentan No.1 2006 à penggunaan pupuk anorganik dan organik, pemakaian BWD (Bagan Warna Daun) dan PHSL (Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi) | Dosis pupuk anjuran | Bahan organik 10 ton / Ha |
Pemilihan benih bernas menggunakan metode perendaman dalam air garam 3% atau ZA 3% | Seleksi benih | Pemilihan benih bernas menggunakan metode perendaman telur dalam air garam |
VUB (Varietas Unggul Baru), VUTB (Varietas Unggul Tipe Baru), dan Varietas Unggul Hibrida | Varietas padi | Varietas lokal atau VUB |
Persemaian basah diaplikasi kompos, sekam, dan pupuk | Persemaian | Persemaian kering |
Penanaman bibit muda, 1-2 bibit per lubang | Bibit Padi | Penanaman bibit muda, 1 bibit per lubang |
Pengairan berselang (intermittent) | Irigasi petakan sawah | Pengairan macak-macak |
VUB & VUTB à 20 cm x 20 cm VUH à 25 cm x 25 cm Legowo 2 : 1 Tabela | Jarak tanam | 30 cm x 30 cm atau lebih lebar |
Monitoring hama & penyakit, prinsip PHT. Bila perlu dapat digunakan pestisida kimia, hayati, dan nabati | Pengendalian Hama & Penyakit | Prinsip PHT, pestisida hayati dan nabati |
Biasa | Pertumbuhan gulma | Sangat cepat |
Penggunaan landak gosrok, penyiangan dan herbisida kimia (bila perlu, secara selektif) | Pengelolaan gulma | Penyiangan mekanis atau penggunaan landak gosrok 4 kali |
PRA (Participatory Rural Appraisal) | Metode pendekatan | PET (Pemahaman Ekologi Tanah) |
SIPT (Sistem Integrasi Pakan Ternak) KUAT (Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu) KUM (Kredit Usaha Mandiri) | Kelembagaan | Pemberdayaan kelompok |
Kelompok tani, hamparan, denfarm | Pendekatan diseminasi | Kelompok Studi Pertanian (KSP), individu, demplot |
5,0 – 8,5 ton / Ha GKG (Gabah Kering Giling) | Hasil gabah | 5,8 – 8,5 ton / Ha GKP (Gabah Kering Panen) |
0,3 – 2,3 ton / Ha | Ratio peningkatan hasil | 0,2 – 1,1 ton / Ha |
Rp. 4.580.000,- | Pendapatan bersih | Rp.2.240.000,- |
Balitpa (sekarang BB Padi) Indonesia | Asal / perakit model budidaya padi | Madagascar |
1 komentar:
mau tanya :
1. kalau dari sisi keberlanjutan lingkungan kira-kira mana yang lebih menguntungkan SRI atau PTT?
2. metode mana yang lebih banyak diapresiasi oleh petani??
Posting Komentar