13 Juni 2009

PEMANPAATAN JERAMI PADI


Jerami padi di Indonesia belum dinilai sebagai produk yang memiliki nilai ekonomis karena petani membiarkan siapa saja untuk mengambil jerami dari lahannya. Di beberapa daerah, petani bahkan senang bila sawahnya bebas dari jerami. Sistem usahatani yang intensif, jerami sering dianggap sebagai sisa tanaman yang mengganggu pengolahan tanah dan penanaman padi. Oleh karena itu, 70 – 80 % petani membakar jerami di tempat setelah beberapa hari padi dipanen dan sebagian petani memotong jerami dan menimbunnya di pinggir petakan sawah lalu membakarnya.
Tanpa disadari petani, tujuan membakar jerami di tempat adalah untuk mengembalikan hara dari jerami ke dalam tanah, mematikan hama yang tertinggal pada jerami, mematikan patogen penyakit dan memusnahkan gulma. Namun tujuan utama petani membakar jerami adalah menyingkirkan jerami dari petakan sawah dengan cara yang praktis dan belum mempertimbangkan untung rugi atas tindakan pembakaran jerami.
Tidak semua hama tanaman akan mati pada saat jerami dibakar karena hama dewasa dapat berpindah tempat. Tikus akan masuk ke liang dan beberapa jenis gulma seperti rumput teki (Cyperus rotendus), tidak mati pada saat jerami dibakar. Sebaliknya, parasit dan predator yang berfungsi sebagai musuh alami hama dan penyakit justru mati pada saat jerami terbakar sehingga berpengaruh negatif terhadap keseimbangan hayati. Demikian juga mikroba yang berguna dalam proses biologis, seperti perombak bahan organik, pengikat nitrogen dan mikroba yang memiliki fungsi biologis lain akan ikut mati dan sukar tergantikan keberadaannya.

Pada umumnya petani belum memperlakukan jerami sebagai bagian integral dari usahatani padi. Hak kepemilikan jerami di sawah tidak jelas, kecuali pada kasus tertentu dan mereka menyatakan jerami padinya akan digunakan sendiri. Oleh karena itu para pencari jerami memanfaatkan potensi ini dan jerami yang mereka dapatkan dengan gratis dijual kepada pihak yang memerlukan. Selain jerami juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri kertas, bahan substrat jamur atau sebagai bahan pembakar bata. Pengangkutan jerami keluar petakan berarti kehilangan hara secara permanen dari lahan yang bersangkutan yang pada prakteknya menguruskan tanah dan memiskinkan kandungan bahan organik tanah.
Dengan diperkenalkannya berbagai konsep pertanian ramah lingkungan seperti pertanian organik SRI (system rice intensification), PTT (pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu) dan agroekoteknologi, sudah selayaknya jerami didaur ulang di tempat asalnya (in situ), sehingga terjadi sistem pertanian padi nirlimbah (zero waste rice production system). Manfaat jerami perlu digali dan dikembangkan menjadi barang berharga mengingat potensinya yang sangat besar dan tidak akan habis-habisnya. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka berbagai alternatif dapat dipilih dalam pengelolaan dan pemanfaatan jerami padi.

Pemanfaatan Jerami Secara KonvensionalJerami padi umumnya tidak digunakan oleh pemilik jerami dan apabila digunakan oleh bukan pemilik tidak ada perhitungan ekonomi antara pemilik dengan pengguna jerami. Secara tradisional pemanfaatan jerami sangat terbatas untuk keperluan rumah tangga dan kegiatan usahatani. Beberapa daerah yang petaninya mengintegrasikan usahatani padi dengan ternak memanfaatkan jerami sebagai pakan ternak terutama pada waktu pakan hijauan sukar diperoleh, namun masih banyak petani yang membakar jeraminya di sawah. Beberapa pemanfaatan jerami secara konvensional adalah sebagai berikut :1. Jerami sebagai Alas Lantai Kandang Ternak (Bedding)Secara tradisional petani/peternak menghamparkan jerami kering setebal 5-10 cm di kandang sapi atau kandang kerbau yang lantainya berupa tanah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan bagi ternak dalam kandang, di sisi lain campuran jerami, kotoran dan urine ternak setelah difermentasikan akan menghasilkan kompos yang cukup baik.
Mimbar Penyuluh

Kompos Proses dan Manfaatnya
Akar tanaman menyerap unsur hara dari dalam tanah dengan bantuan energi sinar matahari. Unsur hara dari dalam tanah bersama-sama dengan hasil fotosintesis akan diubah menjadi senyawa komplek untuk membentuk daun, batang, akar, buah, umbi, maupun bulir-bulir biji. Biji-bijian, buah-buahan, atau umbi selanjutnya akan dipanen dan dibawa ke tempat lain. Tidak jarang seresah tanaman sisa panen juga ikut terangkut dari sawah atau dibakar.
Proses ini telah berlangsung lama, bahan organik tanah terus mengalami penguraian, sehingga semakin menipis dan unsur hara tanah semakin habis. Selama ini kekurangan unsur hara lebih banyak diimbangi dengan menambahkan pupuk kimia. Kandungan bahan organik di sebagian besar sawah di Pulau Jawa menurun hingga kurang lebih tinggal 1%. Padahal kandungan bahan organik yang ideal adalah sekitar 5%.
Hal ini dapat mengakibatkan kesuburan tanah menurun secara drastis. Kekurangan bahan organik dapat menimbulkan banyak masalah, antara lain : kemampuan menahan air rendah, efisiensi penyerapan pupuk rendah, dan struktur tanah yang kurang baik, akibatnya produktivitas tanah cenderung turun, sementara kebutuhan pupuk terus meningkat. Salah satu solusi penting untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menambahkan bahan organik yang cukup ke dalam tanah, hingga lebih dari 2%. Kompos adalah jenis bahan organik yang dapat digunakan untuk menambah dan memperbaiki kesuburan tanah.
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk. Sampai saat ini pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk belum dilakukan petani secara optimal, kecuali di daerah-daerah sentra produksi sayuran. Sedangkan di daerah-daerah yang banyak ternak dan bukan sentra produksi sayuran, kotoran ternak banyak tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Keluhan petani saat terjadi kelangkaan atau mahalnya harga pupuk non organik seharusnya dapat diatasi dengan menggiatkan kembali pembuatan dan pemanfaatan pupuk kompos.
Pupuk kompos merupakan dekomposisi bahan-bahan organik atau proses perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Bahan dasar pembuatan kompos adalah kotoran ternak (sapi) yang didekomposisi dengan bahan pemacu mikroorganisme dalam tanah (misalnya stardec atau bahan sejenis) ditambah dengan bahan-bahan untuk memperkaya kandungan kompos seperti serbuk gergaji, sekam, jerami padi, abu atau kalsit/kapur. Umumnya dipilih kotoran ternak (sapi) karena selain tersedia banyak di petani juga memiliki kandungan nitrogen dan potassium dan merupakan kotoran ternak yang baik untuk kompos.

2 komentar:

rendi mengatakan...

wasta simkuring rendi.................
simkuring asli t daerah banjar patroman.....
simkuring bade naros...........
kumaha cara ngadamel jarami pare janten pakan sapi anu berkulitas sae...........
cara ngadamelna................???
haturnuhun

Encum Nurhidayat mengatakan...

Cara pembuatan jerami fermentasi atau silase jerami dengan menggunakan bahan tambahan urea adalah :

1. Jerami padi ditambahkan urea sebanyak 4 % dalam 100 kg jerami.

2. Urea padatan sebanyak 4% dilarutkan dengan sedikit air supaya lebih merata saat disemprotkan.

3. Jerami ditumpuk, lalu baru disemprotkan larutan urea diatasnya dan kembali diberi jerami, dan seterusnya hingga jerami habis.

4. Setelah selesai jerami tadi ditutup agar terjadi reaksi anaerob dan didiamkan selama 2 minggu.

5. Setelah 2 minggu, jerami fermentasi sudah dapat diberikan

lebih jelasnya silahkan kunjungi di link blog ini
smoga bermanfaat