PENDAHULUAN
Upaya pengembangan usahatani yang berorientasi pada peningkatan pendapatan petani dapat dilakukan melalui konsep pengembangan usahatani berbasis agribisnis. Namun demikian, pengembangan konsep agribisnis disuatu wilayah seringkali mengalami kegagalan karena kurangnya pemahaman akan potensi dan kendala yang ada pada masing-masig wilayah sehingga seringkali dijumpai masing-
masing subsistem dalam Agribisnis tidak mampu saling mendukung. Oleh karena itu pendekatan perwilayahan sangat dibutuhkan dalam perencanaan dan pengembangan usahatani berbasis agribisnis.
PERENCANAAN WILAYAH
Penerapan otonomi daerah di Indonesia telah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada setiap daerah untuk melakukan berbagai upaya mengembangkan wilayahnya berdasarkan potensi yang dimiliki. Dengan kewenangan tersebut diharapkan pengembangan wilayah akan sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, terjadi pula pergeseran pada paradigma pengembangan wilayah sekarang ini, seperti proses perencanaan yang top- down menuju bottom-up, desentralisasi, penguatan institusi lokal dan perhatian pada masalah lingkungan (Andi, 2006).
Kajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah berkaitan erat dengan berkembangnya Regional Science (Ilmu Wilayah) yang muncul sebagai kritik terhadap teori-teori dalam ilmu ekonomi yang dianggap terlalu menyederhanakan permasalahan dengan hanya melihat dari sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand), padahal dalam kenyataannya dimensi ruang sangat mempengaruhi kedua sisi tersebut. Ilmu wilayah kemudian dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan terapan (applied science) yang memasukkan dimensi ruang (lokasi) terhadap ilmu ekonomi (Rustiadi et al., 2009).
Lebih lanjut menurut Mayhew (1977) dalam Rustiadi, et al. (2009)
Regional science sebagai suatu studi interdisiplin yang mengkhususkan pada integrasi analisis-analisis fenomena sosial dan ekonomi wilayah, mencakup aspek-aspek perubahan, antisipasi (peramalan) perubahan- perubahan hingga perencanaan pembangunan di masa yang akan datang dengan penekanan pada permodelan-permodelan matematis.
Perencanaan merupakan bagian dari pengambilan keputusan, adapun pengambilan keputusan adalah memilih tindakan untuk menyelesaikan permasalahan. Pengambilan keputusan ada yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Perencanaan merupakan pengambilan keputusan jangka panjang atau hal-hal yang berkaitan dengan masa depan.
Adapun perencanaan wilayah dapat dipandang dari sudut langkah-langkah yang harus terdapat dalam kegiatan perencanaan, sebagaimana dikemukakan Glasson (1974;5) dalam Tarigan (2005), “Major features of general planning include a sequence of actions which are designed to solve problems in the future” dengan urutan langkah- langkah sebagai berikut :
1) The identification of the problem;
2) The formulation of general goals and more specific and measurable objectives relating to the problem
3) The identification of possible constraints
4) Projection of the future situation
5) The generation and evaluation of alternative courses of action; and the production of a preferred plan, which in generic form mayinclude any policy statement or strategy as well as a definitive plan.
Perencanaan pada dasarnya merupakan kegiatan yang berkaitan dengan upaya pemanfaatan sumber daya dan faktor-faktor produksi yang terbatas untuk dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal perencanaan wilayah menjadi penting karena beberapa hal, diantaranya (Tarigan, 2005) :
o Banyak potensi wilayah selain terbatas juga tidak mungkin lagi diperbanyak atau diperbaharui.
o Kemampuan teknologi dan cepatnya perubahan dalam kehidupan manusia yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali.
o Kesalahan perencanaan yang telah dilaksanakan di lapangan seringkali sulit untuk diubah atau diperbaiki kembali.
o Lahan dibutuhkan oleh setiap manusia untuk mendukung kehidupannya. Sementara kemampuan setiap orang dalam mendapatkan lahan tidak sama sehingga perlu ada pengaturan pengunaan lahan.
o Tatanan wilayah dan aktivitas manusia saling mempengaruhi.
o Potensi wilayah yang diberikan alam perlu dimanfaatkan secara bijak untuk kemakmuran dalam jangka panjang dan berkesiambungan sehingga diperlukan perencaan yang menyeluruh dan cermat.
Menurut Friedmann & Weaver (1979:129) perencanaan wilayah hampir merupakan suatu upaya dalam membuat suatu formula bagi
pusat-pusat pertumbuhan dengan mengabaikan dimensi-dimensi lain dari kebijakan wilayah. Wilayah atau teritorial kebijakan-kebijakan khusus menjadi latar belakang diskusi akademik. Sebagai kesimpulan dalam perencanaan wilayah perhatian tidak hanya diberikan sebatas pada sumberdaya alam, impelementasi politik dan organisasi administrasi bagi pembangunan pedesaan.
Definisi perencanaan wilayah yang lebih komprehensif dan mungkin dengan orientasi yang berbeda diberikan oleh Profesor Kosta Mihailovic dalam Faridad (1981:87), yang menyebutkan “pembangunan wilayah diartikan sebagai perubahan sosial ekonomi dalam berbagai tipe wilayah, hubungan interregional yang dinamis dan faktor-faktor relevan yang memiliki keterkaitan dengan tujuan dan hasil dari pembangunan.” Definisi ini menurut Faridad memiliki kelemahan kurang detail penjelasan secara ilmiah dan terlalu luas serta tidak menyentuh faktor- faktor yang relevan dalam pembangunan.
Faridad (1981:94) sendiri mendefinisikan perencanaan wilayah sebagai suatu aplikasi dari model pertumbuhan bagi perencanaan pembangunan dengan rujukan yang sangat jelas dalam dimensi ruang bagi proses pembangunan. Sebagai alternatif, hal ini dapat ditunjukkan sebagai persiapan action plan pemerintah dengan mempertimbangkan aktivitas ekonomi dan pembangunan wilayah.
Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di
Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya :
a) Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya.
b) Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development).
c) Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect.
d) Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah.
Melihat latar belakang para pelopor ilmu wilayah (Regional science) tersebut, maka dalam perkembangannya sense Ilmu Ekonomi terlihat sangat menonjol. Namun demikian mengingat bahwa permasalahan pembangunan wilayah pada umumya sangat luas (mencakup ekonomi, sosial, lingkungan fisik, dan prasarana) maka secara harfiah ilmu wilayah dapat dipandang sebagai ilmu yang mempelajari aspek-aspek dan kaidah-kaidah kewilayahan, dan mencari cara-cara yang efektif dalam mempertimbangkan aspek-aspek dan kaidah-kaidah tersebut ke dalam proses perencanaan pengembangan kualitas hidup dan kehidupan manusia (Rustiadi, 2009).
Persisnya “Regional science as a discipline concerns the careful and patient study of social problems with regional or spatial dimensions, employing diverse combination of analytical and empiritical research”.
Kajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah selanjutnya didasarkan pada upaya untuk memenuhi kebutuhan ilmu-ilmu kewilayahan yang berkembang kearah kebijakan dan perencanaan. Bidang kajian ini berupaya menjawab permasalahan perkembangan wilayah yang tidak terbatas pada “mengapa” namun hingga “bagaimana” suatu wilayah dibangun. Jawaban “bagaimana” selanjutnya akan mencakup aspek-aspek perencanaan yang bersifat spasial (spatial planning), rencana penggunaan lahan/ tata guna lahan (land use planning) hingga ke perencanaan-perencanaan kelembagaan pembangunan, termasuk proses-proses perencanaan itu sendiri (Rustiadi et al., 2009).
Berbagai teori dan konsep dalam pengembangan wilayah tersebut diatas juga diperkaya oleh gagasan yang dikemukakan oleh pemikir dalam negeri diantaranya adalah Sutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi) yang memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota.
encumnurhidayat@yahoo.com
1 komentar:
Saya membutuhkan materi perencanaan wilayah ini, terimakasih sudah berbagi.
Posting Komentar