10 Juli 2010

YU...! KITA MENANGKAR BENIH PADI ...!!!


Benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman yang mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam upaya peningkatan produksi dan mutu budidaya hasil tanaman yang pada akhirnya peningkatan pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu perbaikan perbenihan tanaman harus
mampu menjamin tersedianya benih bermutu secara memadai dan berkesinambungan.

Termasuk didalamnya bahwa perbenihan tanaman adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengadaan, pengelolaan dan peredaran benih tanaman. Dalam rekapitulasi Rencana Usaha Bersama PUAP di Jawa Barat tercatat tanaman pangan sangat mendominasi yaitu sekitar 34% dan dari yang 34% tanaman pangan mayoritasnya adalah tanaman padi.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menjamin ketersediaan benih bermutu dari varietas unggul padi di Jawa Barat adalah melalui pengembangan penangkaran benih. Untuk mencapai hasil yang optimal petani penangkar yang sudah dibina, tetap dilakukan pembinaan secara berkesinambungan sambil mencari calon-calon penangkar lainnya.

Pembinaan penangkar ini diarahkan secara terintegrasi dengan SL-PTT pengawalan menggunakan media tercetak. Demi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka disusunlah Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi, untuk dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan penangkaran benih yang bermutu.




Karawang, Juli 2010


ENCUM NURHIDAYAT

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................i
DAFTAR ISI .........................................ii
PENDAHULUAN .........................................1
PROFIL KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA ...................2
APA YANG HARUS DILAKUKAN ............................4
TUJUAN ..............................................2
KELUARAN ............................................2
PROSEDUR ............................................2

1. Pemilahan dan Perlakua........................... 2
2. Penyiapan Lahan ................................. 3
3. Penanaman ....................................... 3
4. Pemeliharaan .....................................4

Penyiangan ..........................................5
Pengendalian OPT ....................................5

5. Seleksi/Roguing ..................................7
6. Variabel yang Diamati ...........................10
7. Cara Ubinan .....................................10
8. Panen dan Pengolahan Benih ......................11

Pengawasan dan Sertifi kasi Benih ..................15

9. Pengemasan ......................................16
10. Penyimpanan ....................................16

PENUTUP ............................................21


1. PENDAHULUAN

Pada tahun 2006, data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan di Indonesia terdapat 48,9 juta usaha kecil dan menengah (UKM), menyerap 80% tenaga kerja serta menyumbang 62% dari PDB (di luar migas).

Data tersebut sekilas memberikan gambaran betapa besarnya aktivitas kewirausahaan di Indonesia dan dampaknya bagi kemajuan ekonomi bangsa.
Terlebih lagi ditambahkan dengan data hasil penelitian dari Global Entrepreneurship Monitor (GEM) yang menunjukkan bahwa pada tahun yang sama, di Indonesia terdapat 19,3 % penduduk berusia 18-64 tahun yang terlibat dalam mengembangkan bisnis baru (usia bisnis kurang dari 42 bulan).

Ini merupakan yang tertinggi kedua di Asia setelah Philipina (20,4%) dan di atas China (16,2%) serta Singapura (4,9%). Namun di sisi lain, data BPS pada tahun yang sama juga menunjukkan masih terdapat 11 juta penduduk Indonesia yang masih menganggur dari 106 juta angkatan kerja, serta 37 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Fakta-fakta tersebut seakan-akan menunjukkan kewirausahaan di Indonesia tidak dapat memberikan sumbangan yang positif bagi kesejahteraan bangsa.
Padahal seorang pakar kewirausahaan, David McClelland mengatakan bahwa jika 2% saja penduduk sebuah negara terlibat aktif dalam kewirausahaan, maka dapat dipastikan bahwa negara tersebut akan sejahtera.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Profesor Edward Lazear dari Stanford University yang mengatakan bahwa wirausahawan adalah pelaku paling penting dari kegiatan ekonomi modern saat ini. Apakah ada yang keliru dari data-data tersebut? Ataukah data-data tersebut tidak mencerminkan kondisi kegiatan kewirausahaan yang sesungguhnya? Atau semua hal tersebut memang gambaran yang sesungguhnya dan kita perlu melakukan pembenahan yang lebih serius pada dunia kewirausahaan di Indonesia.

PROFIL KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA
Kegiatan kewirausahaan di Indonesia berkembang paling pesat saat krisis moneter melanda pada tahun 1997. Dari hanya 7000 usaha kecil di tahun 1980 melesat menjadi 40 juta pada tahun 2001. Artinya banyak usaha kecil yang muncul di saat krisis tersebut dikarenakan kebutuhan (necessity) dan kurang didorong oleh faktor inovasi.

Jika data BPS tahun 2006 ditelaah lebih lanjut, 48,8 juta usaha kecil di Indonesia tahun 2006 menyerap 80,9 juta angkatan kerja. Berarti setiap usaha tersebut hanya menyediakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri ditambah 1 orang lain. Sementara itu pada saat yang sama, 106 ribu usaha menengah menyerap 4,5 juta tenaga kerja yang berarti 1 kegiatan usaha menengah menyerap 42,5 tenaga kerja.

Ada kesenjangan yang sangat besar antara jumlah skala usaha kecil dibandingkan usaha menengah serta perbedaan yang sangat signifikan dalam kemampuannya menyerap tenaga kerja.

Selain itu, usaha kecil di Indonesia didominasi oleh kegiatan yang bergerak pada sektor pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan (53,5%), sementara usaha menengah banyak bergerak di sektor perdagangan, hotel dan restoran (53,7%) dan usaha besar di industri pengolahan (35,4%).
Hal tersebut menunjukkan bahwa dunia kewirausahaan di Indonesia memang tertinggal dibandingkan negara lain yang sudah memasuki abad informasi dan pengetahuan.

Dunia kewirausahaan Indonesia masih banyak yang mengandalkan otot dibandingkan otak. Kerja keras dibandingkan kerja cerdas.

APA YANG HARUS DILAKUKAN ?

Dengan melihat profil kewirausahaan di Indonesia tersebut, maka ada tiga hal yang perlu dilakukan.

 pengembangan jiwa dan karakter wirausaha sejati. Perlu lebih banyak wirausahawan di Indonesia yang dilahirkan dengan didorong oleh visi serta inovasi dan bukan semata-mata karena keterpaksaan dan hanya menjadikan kegiatan usaha sebagai tempat singgah sementara (sampai mendapatkan pekerjaan). Hal ini menjadi tugas dari dunia pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, karakter dan ketrampilan kreatif serta sikap mandiri dan pro-aktif harus mewarnai semua kegiatan pembelajaran.
 pengembangan ketrampilan membesarkan usaha. Kegiatan usaha kecil yang sudah ada harus dibina dan dikembangkan. Jika 50% saja kegiatan usaha kecil di Indonesia berkembang dan membutuhkan tambahan 1 orang tenaga kerja, maka akan tersedia 24,4 juta lapangan kerja baru.
Di saat seperti itu, mungkin kita harus mulai mengimpor tenaga kerja asing. Hal ini dapat diupayakan dengan mengembangkan kerja sama antara pemerintah, dunia usaha dan dunia pendidikan.
Ketrampilan mengembangkan usaha tersebut meliputi ketrampilan berinovasi dan manajerial yang bersifat strategis.
Oleh karena itu UKM tidak dibesarkan dengan semata-mata suntikan hormon (dana).
Arah dan pengembangan keunggulan bersaing bangsa. Negara China bekerja keras mengembangkan infrastruktur fisik untuk meningkatkan daya saing barang-barang hasil produksinya.
Negara India meningkatkan infrastruktur dan brainware teknologi informasi untuk dapat bersaing di dunia IT.

Apa yang harus dilakukan Indonesia?

Sudah merupakan hal yang nyata, bahwa interaksi dan hubungan antar negara saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi.
Prilaku negara sudah menjadi seperti prilaku perusahaan besar yang bersaing satu sama lain.
Oleh karena itu agar dapat menjadi bangsa yang unggul dan diperhitungkan, maka Indonesia harus segera menemukan dan mengembangkan keunggulan intinya.
Setelah itu pemerintah harus mengarahkan dunia kewirausahaan untuk bergerak dan menunjang keunggulan bersaing bangsa tersebut.
Dengan demikian, maka kita kelak akan melihat negara Indonesia menjadi semacam perusahaan raksasa yang menaungi puluhan juta wirausahawan sejati.

Jawa Barat merupakan sentra produksi padi utama di Indonesia penggunaan benih bermutu dari varietas unggul telah berkontribusi secara nyata terhadap peningkatan produksi sehingga Indonesia mampu mencapai swasembada beras pada tahun 1984.

Namun demikian, dampak penggunaan varietas unggul terhadap peningkatan produksi dan mutu produk hanya akan terasa bila varietas unggul tersebut ditanam dalam skala luas.

Penggunaan VUB (Varietas Unggul Baru) pada skala luas sangat ditentukan oleh kemampuan industri benih untuk memproduksi dan mendistribusikan benih bermutu (pembawa potensi genetik yang dikembangkan oleh para pemulia tanaman) melalui proses sertifi kasi sebagai sarana yang mampu menjamin keaslian (genuine, authentic) varietas unggul sampai ke petani secara efektif dan efisien. Dengan demikian keunggulan varietas baru tersebut dapat dinikmati oleh petani.

Pembangunan perbenihan tanaman pangan, khususnya padi bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan benih bermutu secara berkekelanjutan.Hal ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh rangkaian sistem perbenihan yang terdiri atas subsistem penelitian, penilaian dan pelepasan varietas, subsistem produksi dan distribusi benih, subsistem pengawasan mutu dan sertifi kasi serta subsistem penunjang (kelembagaan, SDM dan saranaprasarana).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menjamin ketersediaan benih bermutu dari varietas unggul padi di Jawa Barat adalah melalui pengembangan penangkaran benih padi yang terintegrasi dengan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Padi Inbrida (SL-PTT Padi Inbrida).

Diharapkan melalui kegiatan tersebut kebutuhan petani akan benih bermutu dari varietas unggul dapat dipenuhi oleh petani penangkar benih setempat.

TUJUAN

Memproduksi benih sumber dan/atau benih sebar padi varietas unggul.

KELUARAN

Diperoleh benih sumber dan/atau benih sebar padi varietas unggul.

PROSEDUR

Benih sumber yang akan digunakan untuk pertanaman produksi benih haruslah satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang akan diproduksi. Untuk memproduksi benih kelas FS (Foundation Seed/Benih Dasar/BD) atau Label Putih, maka benih sumbernya haruslah benih padi kelas BS (Breeder Seed/Benih Penjenis/BS) atau Label Kuning, sedangkan untuk memproduksi benih kelas SS (Stock Seed/Benih Pokok/BP) atau Label Ungu, maka benih sumbernya boleh benih FS atau boleh juga BS dan untuk memproduksi benih kelas ES(Extension Seed/Benih Sebar/BR) benih sumbernya boleh benih kelas SS atau FS.

1. Pemilahan dan Perlakuan Benih

Pemilahan benih padi sebelum disemai/ditebar dapat dilakukan dengan perendaman benih ke dalam larutan garam 3% atau direndam dalam larutan ZA (225 g ZA/l air), benih yang tenggelam menunjukkan benih yang baik. Sebelum disebar, benih direndam selama 24 jam, kemudian diperam selama 24 jam.

Untuk daerah endemik hama penggerek batang gunakan perlakuan benih (seed treatment) dengan menggunakan insektisida Fipronil 50 ST. Perlakuan benih bertujuan untuk mencegah hama pada stadia awal perkecambahan, merangsang pertumbuhan akar, memperkecil resiko kehilangan hasil, memelihara dan memperbaiki kualitas benih.
Tabur benih yang telah mulai berkecambah dengan kerapatan 25-50 g/m2 atau 0,5-1 kg benih per 20 m2 lahan. Persemaian dipupuk dengan Urea, SP-36, dan KCl masing-masing sebanyak 15 g/m2. Kebutuhan benih untuk 1 ha areal pertanaman adalah 10-20 kg.


2. Penyiapan Lahan

Persiapan lahan untuk pertanaman mirip dengan lahan untuk persemaian, namun tanpa pembuatan bedengan. Tanah diolah secara sempurna yaitu :
dibajak I,digenangi selama 2 hari,lalu dikeringkan selama 7 hari,
lalu dibajak II,digenangi selama 2 hari dan dikeringkan lagi selama 7 hari.

Terakhir tanah digaru untuk melumpurkan dan meratakan tanah. Untuk menekan pertumbuhan gulma, lahan yang telah diratakan disemprot dengan herbisida pra-tumbuh dan dibiarkan selama 7-10 hari atau sesuai dengan anjuran.


3. Penanaman

Penanaman dilakukan pada saat bibit berumur 15-21 hari,dengan 1 bibit per lubang.
Bibit yang ditanam sebaiknya memiliki umur fisiologi yang sama (dicirikan oleh jumlah daun yang sama,misal 2 atau 3 daun/batang).

Jarak tanam dapat menggunakan sistem tegel (20 x 20 cm atau 25 x 25 cm atau 27x27 cm) dan/atau sistem legowo-2 (20x10x40 cm atau 25x12,5x50 cm atau 27x13,5x50 cm) tergantung tinggi tempat,kesuburan lahan dan varietas yang ditanam.
Bibit ditanam pada kedalaman 1-2 cm.
Sisa bibit yang telah dicabut diletakkan di bagian pinggir petakan, nantinya digunakan untuk menyulam.

Penyulaman dilakukan pada 7 hari setelah tanam (HST) dengan bibit dari varietas dan umur yang sama.
Setelah ditanam, air irigasi dibiarkan macak-macak (1-3 cm) selama 7-10 hari.

4. Pemeliharaan

• Pemupukan

Kesuburan tanah beragam antar lokasi karena perbedaan sifat fisik dan kimianya. Dengan demikian kemampuan tanah untuk menyediakan hara bagi tanaman juga berbeda-beda.
Pemupukan dimaksudkan untuk menambah penyediaan hara sehingga mencukupi kebutuhan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik.
Agar efisien, takaran pupuk hendaknya disesuaikan dengan kondisi lahan setempat.

Untuk pupuk SP36 dan KCI, takarannya disesuaikan dengan ketersediaan P dan K dalam tanah.
Sedangkan untuk pupuk urea, takaran dan waktu pemberiannya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dengan menggunakan teknologi Bagan Warna Daun (BWD).

Pemupukan dengan menggunakan BWD dan analisa tanah adalah sebagai berikut:
Pupuk dasar sebanyak 50-75 kg Urea/ha sebelum 14 HST mulai 25-28 HST lakukan pengukuran dengan menggunakan BWD sampai umur 50 HST dengan selang waktu 7-10 hari sekali.

Bila hasil pengukuran dibawah 4, maka berikan Urea sebanyak :
• 50-75 kg/ha untuk daerah musim/hasil rendah
• 75-100 kg/ha untuk daerah musim hasil tinggi
• 100 kg/ha untuk padi tipe baru (PTB).

Bila pada fase antara keluar malai sampai 10% berbunga, pengukuran pada daun PTB berada pada skala 4 atau kurang, berikan 50 kg Urea/ha.

Pemberian pupuk P seluruhnya diberikan bersamaan dengan pemberian pupuk dasar Urea.
Pemberian pupuk K, bila takarannya rendah, seluruhnya diberikan bersamaan dengan pemberian pupuk dasar dan bila takaran pupuk K tinggi (> 100 kg KCl/ha) maka 50% diaplikasikan sebagai pupuk dasar dan sisanya saat primordial bunga.

Apabila pemupukan dengan cara tersebut di atas tidak
memungkinkan, maka dapat digunakan anjuran umum pemupukan sebagai berikut:
120-240 kg urea, 100-120 kg SP36, dan 100-150 kg KCl per hektar,

dengan waktu pemberian sebagai berikut:

1. Pupuk dasar (saat tanam): 33% urea (40-80 kg/ha)+100% SP36 100-120 kg/ha).
2. Pupuk susulan I (4 MST): 33 % urea (40-80 kg/ha) + 50% KCl (50-75 kg/ha)
3. Pupuk susulan II (7 MST): 33% urea ( 40-80 kg/ha) + 50 % KCl (50- 75 kg/ha)
4. Pada musim hujan, takaran pupuk dianjurkan lebih rendah daripada musim kemarau. Teknik pemupukan lainnya pada lahan sawah dapat pula menggunakan perangkat uji tanah sawah (PUTS) dan program PuPsvers. 1.0.

• Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara intensif agar tanaman tidak terganggu oleh gulma.
Penyiangan dilakukan paling sedikit dua atau tiga kali tergantung pada keadaan gulma, menggunakan landak atau gasrok. Penyiangan dapat dilakukan sebelum pemupukan susulan pertama atau kedua.
Hak ini dimaksudkan agar pupuk yang diberikan hanya diserap oleh tanaman padi, karena gulma sudah dikendalikan.


• Pengendalian OPT

Hama dan penyakit merupakan faktor penting yang menyebabkan suatu varietas tidak mampu menghasilkan varietas seperti yang diharapkan.
Pengendalian hama dan penyakit harus dilakukan secara terpadu.
Hama wereng coklat dan penyakit tungro merupakan hama dan penyakit yang paling utama saat ini. Untuk itu di dalam pengembangan atau pertanaman produksi benih supaya berhasil beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :

 Hindari pengembangan di daerah endemis hama dan penyakitterutama daerah endemis wereng coklat dan penyakit tungro.Bila pengembangan dilakukan di daerah endemis hama dan penyakit, terapkan PHT dengan monitoring keberadaan tungro dan kepadatan populasi wereng hijau secara intensif.
Perhatikan juga serangan tikus sejak dini dan monitor penerbangan ngengat penggerek batang.

 Pengamatan populasi wereng coklat dilakukan pada 20 rumpun tanaman secara diagonal. Hitung jumlah wereng coklat + wereng punggung putih, predator (laba-laba, Opionea, Paederus dan Coccinella) dan kepik Cyrtorhinus. Hasil pengamatan kemudian dijabarkan ke dalam rumus berikut:


A – (5B +2C)
20A
= D (jumlah wereng terkoreksi)

A. = jumlah wereng coklat + wereng punggung putih per 20 rumpun tanaman
B. = jumlah predator per 20 rumpun tanaman
C. = jumlah kepik Cyrtorhinus per 20 rumpun tanaman.
 Penggunaan insektisida didasarkan pada jumlah wereng terkoreksi dan umur tanaman, yaitu apabila :
 Wereng terkoreksi (nilai D) lebih dari lima ekor pada saat tanaman berumur kurang dari 40 HST, atau lebih dari 20 ekor pada saat tanaman berumur 40 HST.
 Bila nilai wereng terkoreksi kurang dari lima ekor pada saat tanaman berumur di bawah 40 HST, atau kurang dari 20 ekor pada saat tanaman berumur di atas 40 HST, maka insektisida tidak perlu diaplikasikan, tetapi pengamatan tetap perlu dilanjutkan.
 Insektisida yang manjur mengendalikan hama wereng coklat dan wereng punggung putih diantaranya adalah fi pronil dan imidakloprid. Insektisida buprofezin dapat digunakan untuk pengendalian wereng coklat populasi generasi 1 atau 2, sedangkan fi pronil dan imidakloprid untuk wereng coklat generasi 1,2,3 dan 4.
 Monitoring terhadap penyakit tungro dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap hama wereng hijau di pesemaian dengan cara menjaring serangga sebanyak 10 ayunan untuk mengevaluasi populasi wereng hijau. Selain itu, juga diadakan uji yodium dari 20 daun padi yang diambil dari lahan yang sedang dievaluasi.
Jika hasil perkalian antara jumlah wereng hijau dan persentase daun terinfeksi sama atau lebih dari 75, maka pertanaman dalam situasi terancam tungro.Langkah yang perlu diambil adalah aplikasi antifidan dengan bahan aktif imidakloprid dan atau tiametoksan. Di pesemaian atau saat tanaman berumur 1 MST gunakan tiametoksan dengan dosis 2,5 g b.a/ha atau 0,50 g imidakloprid/ha untuk menghambat penularan.
Apabila tidak mampu mengamati populasi dan tanaman terinfeksi di pesemaian, amati gejala tungro saat tanaman berumur 3 MST. Aplikasi insektisida dilakukan apabila terdapat lima gejala dari 10.000 rumpun tanaman saat berumur 2 MST atau dua gejala dari 1.000 rumpun tanaman saat berumur 3 MST.Insektisida yang dapat digunakan antara lain imidakloprid, tiametoksan, etofenproks dan karbofuran.

5. Seleksi/Roguing

Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat kemurnian genetik yang tinggi, oleh karena itu Roguing perlu dilakukan dengan benar dan dimulai mulai fase vegetatif sampai akhir pertanaman. Roguing dilakukan untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfologis-nya menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya.

Untuk tujuan tersebut, pertanaman petak pembanding
(pertanaman check plot) dengan menggunakan benih
autentik sangat disarankan. Pertanaman ini digunakan sebagai referensi/acuan di dalam melakukan Roguing
dengan cara memperhatikan karakteristik tanaman dalam berbagai fase pertumbuhan sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik tanaman yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kemurnian genetik varietas
No Fase Pertumbuhan Karakter yang perlu diperhatikan

1 Bibit Muda Laju pemunculan bibit
Warna daun
Tinggi bibit
2 Tanaman Muda Laju pertunasan
Tipe pertunasan
Warna daun
Sudut daun
Warna pelepah
Warna kaki (pelepah bagian bawah)
3 Fase Anakan Maksimum Jumlah tunas
Panjang & Lebar Daun
Sudut Pelekatan Daun
Warna Daun
Panjang & Warna Ligula
4 Fase Awal Berbunga Sudut pertunasan
Sudut daun Bendera
Jumlah malai/rumpun; Jumlah malai/m2
Umur Berbunga :
* 50 % berbunga
* 100 % berbunga
* Keseragaman berbunga
5 Fase
Pematangan Tipe malai & tipe pemunculan leher malai
Panjang malai
Warna gabah
Keberadaan bulu pada ujung gabah
Kehampaan malai
Laju senesen daun
Umur matang
Bentuk & Ukuran gabah
Bulu
Kerebahan
6 Fase Panen Kerontokan
Tipe endosperma
Bentuk & Ukuran Gabah

Apabila cara Roguing dengan menggunakan acuan pertanaman ’check plot’ belum mungkin dilakukan, maka
hal-hal berikut sebagai patokan dalam pelaksanaan Roguing yaitu:

1. Stadia Vegetatif Awal ( 35 – 45 HST)
 Tanaman yang tumbuh di luar jalur/barisan
 Tanaman/rumpun yang tipe pertunasan awalnya menyimpang dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
 Tanaman yang bentuk dan ukuran daunnya berbeda dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
 Tanaman yang warna kaki atau daun pelepahnya berbeda dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
 Tanaman/rumpun yang tingginya sangat berbeda (mencolok)

2. Stadia Vegetatif Akhir/Anakan Maksimum ( 50 – 60 HST)
 Tanaman yang tumbuh di luar jalur/barisan
 Tanaman/rumpun yang tipe pertunasan menyimpang dari sebagian besar rumpun-rumpun lain

3. Tanaman yang bentuk dan ukuran daunnya berbeda dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
4. Tanaman yang warna kaki atau helai daun, dan pelepahnya berbeda dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
5. Tanaman/rumpun yang tingginya sangat berbeda (mencolok)

3. Stadia Generatif Awal /Berbunga ( 85 – 90 HST)

 Tanaman/rumpun yang tipe tumbuhnya menyimpang dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
 Tanaman yang bentuk dan ukuran daun benderanya berbeda dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
 Tanaman yang berbunga terlalu cepat atau terlalu lambat darisebagian besar rumpun-rumpun lain
 Tanaman/rumpun yang memiliki eksersi malai berbeda
 Tanaman/rumpun yang memiliki bentuk dan ukuran gabah berbeda.

4. Stadia Generatif Akhir /Masak ( 100 – 115 HST)
 Tanaman/rumpun yang tipe tumbuhnya menyimpang dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
 Tanaman yang bentuk dan ukuran daun benderanya berbeda dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
 Tanaman yang berbunga terlalu cepat atau terlalu lambat dari sebagian besar rumpun-rumpun lain
 Tanaman/rumpun yang terlalu cepat matang
 Tanaman/rumpun yang memiliki eksersi malai berbeda
 Tanaman/rumpun yang memiliki bentuk dan ukuran gabahwarna gabah, dan ujung gabah (rambut /tidak berambut) berbeda.


5. Variabel yang Diamati


Variabel yang diamati meliputi karakter morfologi dan agronomi kuantitatif dan kualitatif tanaman serta produksi tanaman.

Karakter morfologi dan agronomi kuantitatif meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan dan umur berbunga serta umur panen sedangkan karakter kualitatif meliputi warna kaki, batang, telinga dan lidah daun, serta
kasar atau halusnya permukaaan daun Pengamatan
produksi tanaman meliputi hasil per luas tanam, kadar air saat panen dan produktivitas (t/ha)


7. Cara Ubinan

Ubinan merupakan cara pengambilan data hasil panen yang dilakukan dengan menimbang hasil tanaman contoh
pada plot panen tertentu untuk mewakili seluruh
hamparan lahan yang diusahakan.

Tanaman contoh diambil pada pertengahan plot, tidak pada dua baris paling pinggir dekat pematang.
Ukuran ubinan + 5 m2 di tengah petakan. Jumlah rumpun tanaman dalam ubinan tergantung pada jarak tanam yang digunakan, namun demikian jumlah rumpun tanaman dalam ubinan minimal 120 rumpun per petak.


Posisi batas ubinan ditentukan pada pertengahan jarak antar tanaman.

Gabah dirontok dari malainya dan dibersihkan dari kotoran, kemudian ditimbang dan diukur kadar airnya, Gabah Kering Panen GKP). Konversi hasil ubinan ke dalam Gabah Kering Giling (GKG) dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Hasil GKG 14% = ((100-Ka)/86) x GKP

Keterangan:
Ka : Kadar air (%)
GKP : Gabah Kering Panen
GKG : Gabah Kering Giling

8. Panen dan Pengolahan Benih

Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji telah masak fi siologis, atau apabila sekitar 90-95% malai telah menguning. Benih padi ketika baru dipanen masih tercampur dengan kotoran fi sik dan benih jelek.

Oleh karena itu, bila pertanaman benih telah lulus dari pemeriksaan lapangan, masalah mutu benih padi setelah panen biasanya berasosiasi dengan mutu fi siologis, mutu fi sik dan kesehatan benih.

Salah satu variabel dari mutu fi siologis benih yang mulai menarik perhatian petani adalah status vigor benih. Vigor benih diartikan sebagai kemampuan benih
untuk tumbuh cepat, serempak dan berkembang menjadi tanaman normal dalam kisaran kondisi lapang yang lebih luas.

Untuk menjamin ini, maka cara panen yang baik meliputi perontokan, pembersihan, dan cara pengeringan gabah untuk benih akan menentukan mutu benih. Faktor yang paling utama adalah pengeringan benih, benih harus dikeringkan sampai kadar air mencapai 10-12%.
Setelah menjadi benih dan siap simpan, benih harus dikemas secara baik dan disimpan ditempat dengan kondisi khusus untuk penyimpanan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses panen dan pengolahan benih adalah sebagai berikut:

a) Persiapan Panen

Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dipanen apabila sudah dinyatakan lulus sertifi kasi lapangan oleh Balai Pengawasan dan Sertifi kasi Benih (BPSB).

Sebelum panen dilakukan, semua malai dari kegiatan Roguing harus dikeluarkan dari areal yang akan dipanen. Hal ini untuk menghindari tercampurnya calon benih dengan malai sisa roguing. Selain itu, perlu disiapkan peralatan yang akan digunakan panen (sabit, karung, terpal, alat perontok (threser), karung dan
tempat/alat pengering) serta alat-alat yang akan digunakan untuk panen dibersihkan.

b) Proses Panen

Dua baris tanaman yang paling pinggir sebaiknya
dipanen terpisah dan tidak digunakan sebagai calon benih.


Panen dapat dilakukan dengan potong tengah jerami padi
kemudian dirontok dengan threser atau potong bawah lalu digebot. Ukur kadar air panen dengan menggunakan moisture meter.

Calon benih kemudian dimasukan ke dalam karung dan
diberi label yang berisi : nama varietas, tanggal
panen, asal pertanaman dan berat calon benih.; lalu diangkut ke ruang pengolahan benih.

Buat laporan hasil panen secara rinci yang berisi
tentang tanggal panen, nama varietas, kelas benih, bobot calon benih dan kadar air benih saat panen.

c) Pengeringan Benih

 Penurunan kadar air perlu harus segera dilakukan karena pada umumnya calon benih masih mempunyai kadar air panen yang tinggi.
 Pada tingkat kadar air yang tinggi, calon benih bisa diangin-anginkan terlebih dahulu sebelum dikeringkan.
 Pengeringan benih dapat dilakukan dengan cara
penjemuran atau dengan menggunakan mesin pengering.


c.1. Penjemuran

 Pastikan lantai jemur bersih dan beri jarak yang cukup antar benih dari varietas yang berbeda.
 Gunakan lamporan/alas di bagian bawah untuk mencegah suhu penjemuran yang terlalu tinggi di bagian bawah hamparan.
 Lakukan pembalikan benih secara berkala dan hati-hati
 Lakukan pengukuran suhu pada hamparan benih yang dijemur dan kadar air benih setiap 2-3 jam sekali serta catat data suhu hamparan dan kadar air benih tersebut.
 Bila pengeringan menggunakan sinar matahari, umumnya penjemuran dilakukan selama 4 – 5 jam. Penjemuran sebaiknya diberhentikan apabila suhu hamparan benih lebih dari 43oC
 Pengeringan dilakukan hingga mencapai kadar air yang memenuhi standar mutu benih bersertifi kat (13% atau lebih rendah)


c.2. Pengeringan dengan Alat Pengering (Dryer)

 Bersihkan mesin pengering, pastikan tidak ada benih yang tertinggal dan pastikan mesin berfungsi dengan baik.
 Suhu udara yang mengenai benih sebaiknya disesuaikan dengan kadar air awal benih (kadar air benih pada saat mulai pengeringan)
 Benih dengan kadar air panen yang tinggi, jangan langsung dipanaskan tetapi di angin-anginkan dahulu (digunakan hembusan angin/blower).

15
 Bila kadar air benih sudah aman untuk digunakan pemanasan, atur suhu pengeringan benih sehingga
tidak melebihi 43oC Lakukan pengecekan suhu hamparan benih dan kadar air benih setiap 2-3 jam dan catat.
 Pengeringan dihentikan bila kadar air mencapai kadar air yang memenuhi standar mutu benih bersertifi kat (13% atau lebih rendah).

d) Pengolahan Benih

Pengolahan benih pada umumnya meliputi pembersihan benih, pemilahan (grading) dan perlakuan benih (jika diperlukan). Tujuan pembersihan ini selain memisahkan benih dari kotoran (tanah, jerami, maupun daun padi yang terikut) juga untuk membuang benih hampa.

Pembersihan benih dalam skala kevil dapat dilakukan
secadapat dilakukan secara manual dengan menggunakan nyiru (ditapi). Sedangkan pada skala produksi yang lebih besar, penggunaan mesin pembersih benih seperti air screen cleaner atau aspirator akan meningkatkan efi siensi pengolahan.

Apabila dirasa perlu, grading (pemilahan benih) dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan benih yang lebih seragam dalam ukuran benih (panjang, lebar, ketebalan), bentuk atau berat jenis benihnya. Alat-alat seperti Indent cylinder machine, Indent desk
separator, Gravity table seperator dan sebagainya dapat digunakan di dalam pemilahan benih.

Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengolahan
benih mulai dari pengeringan sampai pemilahan; terutama untuk menghindari benih tercampur dengan varietas lain; diantaranya adalah :

 Sebelum proses pengolahan dimulai, siapkan, cek peralatan dan bersihkan alat-alat pengolahan yang akan digunakan. Pastikan bahwa perlatan berfungsi dengan baik dan benar-benar bersih baik dari kotoran maupun sisa-sisa benih lain.
 Untuk menghindarkan terjadinya pencampuran antar varietas, benih dari satu varietas diolah sampai selesai, baru kemudian pengolahan untuk varietas lainnya.
 Tempatkan benih hasil pengolahan dalam karung baru serta diberi label yang jelas di dalam dan luar karung.

 Bila alat pengolahan akan digunakan untuk mengolah sejumlah benih varietas yang berbeda, mesin/ alat pengolahan dibersihkan ulang dari sisa-sisa benih sebelumnya, baru kemudian digunakan untuk pengolahan varietas lain. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya campuran dengan varietas lain.
 Buat laporan hasil pengolahan yang berisi tentang varietas, kelas benih, berat benih bersih dan susut selama pengolahan.


Pengawasan dan Sertifi kasi Benih

Tujuan sertifikasi adalah:

1) menjamin kemurnian dan kebenaran varietas, dan

2) menjamin ketersediaan benih bermutu secara berkesinambungan. Sertifi kasi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pemeriksaan lapangan, pemeriksaan laboratorium, dan pengawasan pemasangan label.

Kegiatan pengawasan dan sertifi kasi ini dilakukan oleh BPSB (badan Pusat Statistik Benih)Jabar (berdasarkan kepada OECD Scheme).

Pengawasan dilakukan sejak proses produksi benih hingga penanganan pascapanen.
Pengawasan lapangan untuk tanaman padi dari BPSB dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pemeriksaan pendahuluan sebelum pengolahan tanah, pemeriksaan lapangan pertama saat fase
vegetatif (30 hst), pemeriksaan fase berbunga (30 hari sebelum panen), dan pemeriksaan fase masak (1 minggu
sebelum panen).

Uji mutu benih dilakukan di laboratorium terhadap
contoh benih yang mewakili. Uji mutu yang dilakukan adalah terhadap mutu genetis, mutufisiologis, dan mutu fisik.

Tabel 1. Standar mutu benih padi bersertifikasi berdasarkan pengujian di laboratorium
Variabel mutu FS SS ES
Kadar air, maks (%) 13,0 13,0 13,0
Benih murni, min (%) 99,0 99,0 98,0
Kotoran, maks (%) 1,0 1,0 2,0
Varietas lain, maks (%) 0,0 0,1 0,2
Biji gulma, maks (%) 0,0 0,1 0,2
Daya berkecambah, min (%) 80,0 80,0 80,0

Sumber: BPSP KABUPATEN KARAWANG (2010)

Pengawasan pemasangan label bertujuan untuk mengetahui
kebenaran pemasangan dan isi label. Warna label untuk tanaman padi disajikan pada Tabel 2.


Tabel 2. Warna label benih bermutu

Kelas benih Warna label
Benih Penjenis (BS, Breeder Seed) Kuning
Benih Dasar (FS, Foundation Seed) Putih
Benih Pokok (SS, Stock Seed) Ungu
Benih Sebar (ES, Extention Seed) Biru

Sumber: Puslitbangtan (2007); Wahyuni (2005c)


9. Pengemasan

Pengemasan benih selain bertujuan untuk mempermudahkan di dalam penyaluran/transportasi benih, juga untuk
melindungi benih selama penyimpanan terutama dalam mempertahankan mutu benih dan menghindari serangan insek.

Oleh karena itu, efektifi tas atau tidaknya kemasan sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam mempertahan- kan kadar air,viabilitas benih dan serangan insek.

Pengemasan sementara selama pengolahan benih
berlangsung atau setelah selesai pengolahan sampai menunggu hasil uji lab keluar dan label selesai
dicetak, benih dapat dikemas dalam karung plastic yang dilapis dengan kantong plastik di bagian dalamnya.

Sedangkan untuk tujuan komersial/pemasaran benih, benih sebaiknya dikemas dengan menggunakan kantong
plastik tebal 0.08 mm atau lebih dan di-sealed / dikelim rapat.

Pengemasan dilakukan setelah hasil uji lab terhadap
contoh benih dinyatakan lulus oleh BPSB dan label
selesai dicetak.
18
Label benih dimasukan ke dalam kemasan sebelum di-sealed.

Pengemasan dan pemasangan label benih harus dilakukan sedemikian rupa, agar mampu menghindari adanya tindak pemalsuan.


10. Penyimpanan

Kondisi penyimpanan yang baik adalah kondisi penyimpanan yang mampu mempertahankan mutu benih
seperti saat sebelum simpan sepanjang mungkin selama periode simpan.

Daya simpan benih dipengaruhi oleh sifat genetik benih, mutu benih awal simpan dan kondisi ruang simpan. Oleh karena itu, hanya benih yang bermutu tinggi yang layak untuk disimpan.

Sedangkan kondisi ruang yang secara nyata berpengaruh terhadap daya simpan benih adalah suhu dan kelembaban ruang simpan.

Kondisi ruang penyimpanan yang baik untuk benih-benih yang bersifat ortodoks, termasuk padi; adalah pada kondisi kering dan dingin.

Beberapa kaidah yang berkaitan dengan penyimpanan benih adalah: (i) untuk setiap penurunan 1% kadar air atau 10oF (5,5oC) suhu ruang simpan akan melipat-gandakan daya simpan benih.

Kondisi tersebut berlaku untuk kadar air benih antara 14% sampai 5% dan pada suhu dari 50oC – 0oC dan (ii)
penyimpanan yang baik bila persentase kelembaban relatif (% RH) ditambah dengan suhu ruang
simpan (oF) sama dengan 100.

Untuk memenuhi kondisi demikian, idealnya ruang simpan benih dilengkapi dengan AC (air conditioner) dan
dehumidifi er (alat untuk menurunkan kelembaban ruang
simpan).

Namun jika kondisi tersebut belum dapat dipenuhi, gudang penyimpanan selayaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 Tidak bocor
 Lantai harus padat (terbuat dari semen/beton)
 Mempunyai ventilasi yang cukup, agar terjadi

19
sirkulasi udara yang lancar sehingga gudang penyimpanan tidak lembab.
 Bebas dari gangguan hama dan penyakit (ruangan bersih, lubang ventilasi ditutup kawat kasa).

Setiap benih disimpan secara teratur, setiap varietas
terpisah dari varietas lainnya Sedangkan cara
penumpukan hendaknya diatur sedemikian rupa, agar
tumpukan rapih, mudah dikontrol, tidak mudah roboh dan keluar masuk barang mudah.
Apabila benih tidak disimpan dalam rak-rak benih, maka di bagian bawah tumpukan harus diberi balok kayu agar benih tidak bersentuhan langsung dengan lantai ruang simpan.

Kemudian, pada setiap tumpukan benih dilengkapi
dengan kartu pengawasan yang berisi informasi :

 Nama varietas
 Tanggal panen
 Asal petak percobaan
 Jumlah/kuantitas benih asal (pada saat awal penyimpanan)
 Jumlah kuantitas pada saat pemeriksaan stok terakhir.
 Hasil uji daya kecambah terakhir (tanggal, % daya kecambah).


PENUTUP


Penggunaan benih bermutu dari varietas ungul telah terbukti sebagai salah satu komponen teknologi budidaya tanaman yang berkontribusi besar terhadap
peningkatan produktivitas hasil.

Namun demikian, harapan peningkatan produktivitas
melalui penggunaan benih bermutu (bersertifi kat) belum dapat dicapai, sebab ketersediaan benih bermutu dengan varietas unggul yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi agroekosistem setempat belum dapat terpenuhi.

Dilain pihak potensi kebutuhan benih padi di Jawa Barat masih memiliki peluang untuk dapat dipenuhi
(dipasok), terutama oleh petani penangkar benih sebab kontribusi pasokan benih yang dihasilkan oleh kelompok petani penangkar di Jawa Barat masih relatif rendah
Dalam produksi benih bermutu, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

1) Penentuan Benih Sumber dan Varietas;
2) Pemilihan Lokasi;
3) Pesemaian;
4) Penyiapan Lahan;
5) Penanaman;
6) Pemupukan;
7) Pengairan;
8) Penyiangan;
9) Pengendalian Hama dan Penyakit;
10) Roguing/seleksi;
11) Panen dan Pengolahan Benih; dan
12) Penyimpanan Benih.

---WASALAM---

2 komentar:

SARMUJI, SP mengatakan...

YUPS...... MANTAP INFORMASINYA PAK !

Encum Nurhidayat mengatakan...

sama-sama pak, kita saling bertukar informasi di bidang teknologi pertanian demi meraih mimpi-mimpi yang lama kita idam-idamkan, yaitu mengembalikan kembali indonesia sebagai penghasil bahan pangan terbesar di dunia......

mks atas kunjungannya